Menarik sekali mengikuti perkembangan bahwa sebagai kelompok masyarakat (misalnya komunitas ITB) yang sehari-hari makan tempe justru sangat kurang pengetahuannya tentang makanan yang amat sehat ini (bahkan pengetahuan yang paling basic sekalipun) :
(1) Secara singkat yang kita sebut “tempe” (“tempeh” dalam ejaan Inggris) adalah makanan yang terbuat dari biji kedele yang direbus dan di-inokulasi dengan kapang Rhizopus oligosporus – biasanya matang setelah 24-48 jam. Proses pembuatan tempe ini sudah dilakukan paling tidak seribu tahun di tanah Jawa (kemungkinan besar di Jawa Timur, jaman kerajaan Singosari atau Kediri). Proses yang sama masih dipakai dalam pabrik modern yang membuat tempe dalam skala besar (bedanya hanya pada masalah sanitasi dan kontrol environment).
(2) Selain kedele, ada beberapa biji-bijian yang cocok untuk dibuat tempe, atau paling tidak dipakai sebagai campuran, misalnya koro benguk, biji kecipir (wing-bean), dsb. rasanya jelas beda, dan kedele memang masih paling bagus karena kandungan protein yang paling tinggi diantara segala macam biji-bijian (sekitar 20%, setara dengan kandungan protein di daging sapi).
(3) Kemudian ada jenis tempe yang dibuat dari kacang (nut), persisnya kacang yang sudah diambil minyaknya (ampas kacang atau peanut press). Produk ini kita kenal sebagai tempe “oncom” (terutama di kawasan Jawa Barat dan Jakarta). Pada dasarnya ada dua jenis oncom, yaitu yang berwarna jingga-merah dan putih-hitam tergantung jenis kapang yang dipakai, Neurospora sitophila atau Rhizopus oligosporus.
(4) “Tempe bongkrèk” (Jawa Tengah, terutama daerah Banyumas) yang terkenal suka bikin nyawa melayang itu dibuat dari ampas kelapa yang diberi ragi tempe (R. oligosporus). Kontaminasi dari microba yang tidak diinginkan terutama bakteri Burkholderia cocovenenans (misalnya ampas yang tidak lagi ‘fresh’, terlalu lama dibiarkan) menyebabkan terbentuknya asam bongkrek — nama kimianya panjaaaang … 3-carboxymethyl-17-methoxy-6
(6). Cerita tempe ini panjang sekali, riset tentang tempe didunia ini kebanyakan dilakukan diluar Indonesia. Sebagai contoh, Cornell U (dan USDA Stations di Ithaca, NY dan Peoria, Illinois) pernah melakukan riset tempe pada tahun 1960, yang menjadikan kelompok riset Amerika ini pusat studi tempe yang paling besar di dunia. Jepang adalah produsen tempe paling besar di dunia, karena pernah menjadikan tempe ini sebagai makana siang bagi murid-murid sekolah.